Sore itu kami duduk berdua
di ruang tamu rumahnya. Hujan diluar memberi kesejukan di ruang sore ini. Aku menatap
matanya dalam-dalam. Aku mencari sesuatu disana. Tapi ia begitu pandai
menyembunyikannya. Bukan tidak bisa aku bertanya, dan pasti ia akan mampu menjawabnya.
Tapi melalui matanya, aku ingin matanya yang bicara.
Ia bercerita tetang banyak
hal. Terlihat membosankan mendengarnya bicara, dengan nada yang datar dan
ekspresi yang begitu” saja. Tapi entah kenapa aku seperti terbius untuk
mendengar celotehnya. Dalam ceritanya, dalam paparannya ada banyak hal yang
sedang ia ajarkan padaku. Tentang nilai-nilai kehidupan dan yang terpenting
adalah tentang dirinya. Dalam sebuah
catatannya untukku ada sebaris kalimat “aku bak
samudra yang akan terlihat keindahannya jika ia menyelaminya”. Sore itu
aku yang tidak bisa berenang sedang belajar mengecipakkan kaki di samuderanya. Masih
sangat jauh untuk mencapai dasarnya. Menemukan berbagai macam keindahan karang
dan hal lain yang ada di dalamnya. Terlalu dini jika aku berbangga bisa
meyentuh permukaannya.
Aku menatapnya
lekat-lekat tepat dikedua matanya. Disanalah ada samudera yang ia maksud. Begitu
dalam dan ada sesuatu yang kelam. Kadang aku terlalu takut untuk terus
melanjutkan perjalanan ini. Akankah aku siap menghadapi apa yang akan aku temui?
Tapi tenangnya samudera ini menguatkan hatiku, menghilangkan kekhawatiran dan
kegundahan. Bahwa aku akan baik-baik saja, bahwa didalanya tidak ada bahaya. Aku
hanya harus waspada. Aku hanya belum bisa meyelaminya, butuh waktu itu pasti. Aku
tidak mau terburu-buru, tapi aku juga tidak mau terus menikmati keindahan
permukaannya. Karena aku tau aku akan menemukan sesuatu yang lebih indah di
dalamnya.
Aku ingat kata temanku “yang
pasti ia menyayangimu”. Tapi benarkah itu? Lagi-lagi aku menatap matanya, aku
mencarinya. Ia tidaklah sering mengatakan, aku menyayangimu, aku mencintaimu. Ia
hanya selalu berpesan “bukan kata, tapi rasa”. Ia bisa saja terus mengatakan
kata” tersebut, tapi kalau bukan itu yang aku rasakan untuk apa? Aku pernah menanyakan
bagaimana sebenarnya hubungan ini? Ia malah balik bertanya “apa yang kamu
rasakan?”. Awalnya aku tidak mengerti, tapi sekarang aku tau, apa yang aku
rasakan terhadapnya itulah yang sedang ia berikan padaku. Rasa nyaman, rasa
bahagia, rasa sayang yang tak perlu diucapkan, hanya perlu dirasakan.
Aku tergugu saat mengetahui
benar bahwa logika akan mengalahkan rasa dalam hal bernama cinta. Apa yang ada
dibenaknya? Ketika aku memutuskan untuk menerimanya, disanalah aku tau benar
aku menyayanginya. Aku berusaha membersihkan diri dari bayang masa lalu. Aku terseok
mengikuti langkahnya. Aku beradaptasi secepat aku bisa. Lihat aku, aku melakukan
ini untukmu. Aku melakukan ini untuk kebahagiaanku. Aku tidak malu mengiba
padamu, meski kau bilang itu tak ada harga diri untukku. Aku ingin berteriak
dihadapanmu, LIHAT, LIHAT AKU, AKU MEMILIHMU, BUKAN MEMILIHNYA. mengapa? Mengapa
kau harus terus bertanya? Biarkan aku bangga dengan pilihanku, biarkan aku
terlena dengan inginku. Biarkan aku terus terpesona olehmu. Hentikan, hentikan
semua prasangka ini. Tak bisakah hanya ada aku dan kamu? Kita berdua. Dan hujan sore itu membuat samudera beriak perlahan.
Ditepi tebing aku berdiri.
Menatap luasnya samudera cinta.
Aku memutuskan untuk jatuh kedalamnya.
Tenggelam atau menyelam.
Ditepi tebing aku berdiri.
Menatap luasnya samudera cinta.
Aku memutuskan untuk jatuh kedalamnya.
Tenggelam atau menyelam.
0 komentar
Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^