Aku Tidak Pernah Membenci Ombak

Aku duduk diatas batu
Seperti biasa
Senja begitu malu-malu
Mungkin ia masih merindu

***
Aku Amran, umurku 12 tahun. aku tinggal di pesisir pantai.
ayahku meninggal 4 tahun lalu, karena tsunami menerjang desaku.
waktu itu aku dan ayah baru pulang dari laut, ayahku seorang nelayan.
iya dia seorang nelayan, ia berkawan dengan lautan.
jadi aku pikir itulah alasan kenapa Tuhan mengambilnya lewat lautran.

pagi itu seperti tak ada pertanda, bahkan ikan hasil tangkapan kami banyak sekali.
ayah terlihat bahagia, ia merangkulku sambil berkata
"Alhamdullillah tangkapan kita hari ini banyak" kemudian ia masuk kedalam rumah, 
seperti biasa tugasku adalah membereskan jala bekas semalam.

anak-anak berlarian kepinggir pantai, mereka memburu ayahnya yang baru saja pulang melaut.
para ibu sibuk menyiapkan sarapan untuk suaminya.
ini masih pagi sekali, matahari baru saja terbit sepertiganya.
langit begitu tampak indah dengan semburat merahnya.
aku pikir hari ini akan sangat menyenangkan.

tiba-tiba terdengar gemuruh ombak
suaranya seperti sedang badai saja
aku berlari ke arah pantai untuk memastikan itu suara apa, namun penduduk lainnya justru berlarian kearah sebaliknya
akupun melihat ada ombak setinggi kurang lebih 5 meter
aku berlari memanggil ayahku
tanpa berpikir panjang ia segera menarik lenganku dan berlari

sejujurnya kami tidak tau harus berlari kemana karena kami tinggal di pulau kecil yang dikelilingi pantai
belum sampai 200 meter kami berlari ada sesuatu yang menarikku
ternyata sang ombak sudah sampai
ia menggulungku tanpa ampun
ia melepaskan genggaman tangan ayahku
aku berteriak sekuat aku bisa memanggil ayahku
tapi air memasuki mulut dan hidungku
perlahan tapi pasti aku kehabisan nafas
aku panik dan tak bisa mengendalikan diri
samar dan semakin menjauh ayah hilang dari pandanganku

aku terbatuk
kepalaku sakit
nafasku tersengal dan tenggorokanku begitu perih
pandanganku buram tapi aku bisa melihat semburat merah yang sama
tapi ini bukan pagi, ini sudah sore
ayah
dimana ayah?
aku tertatih mencari ayahku
ia tersungkur disana, tidak jauh dari tempatku tersadar

aku mengangkatnya
mendekapnya ke dadaku
sebagain wajah ayahku sudah rusak, aku rasa kepalanya pecah terantuk batu
aku belai wajah ayah
ia tersenyum dan berkata
"tadi ayah panggil namamu, tapi kamu tidak menyahut, ternyata kita tidak jauh"
aku tidak tau harus menjawab apa, dan ia terus bicara dengan susah payah
"nak, jangan benci ibumu, jangan benci ombak, teruslah hidup, terus hidup untukku"
dan ia pergi dengan sebuah senyuman

tak ada yang dapat aku lakukan kecuali menangis
aku dekap ayah
aku dekap erat ke dadaku
berharap detak jantungku akan menghidupkannya kembali
tapi itu tidak pernah terjadi

aku menatap sekeliling, desaku hancur
rumahku sudah tidak dalam bentuknya lagi, bahkan aku tidak tau yang mana bekas rumahku
semilir angin sore
debur ombak yang lembut
dan senja yang begitu merona
menemani kepergianku
seolah mereka berkata "selamat jalan kawan"

***
setiap sore aku duduk dibatu ini
dibatu tempat ayahku pergi
seperti pesan ayahku
aku tidak boleh membenci ibuku, yang pergi tak lama setelah melahirkanku
aku tak mengenal wajahnya
atau diperkenankan melihat fotonya

aku tak membenci ombak
yang membawa nyanyian di pagi dan malamku
dan aku akan tetap hidup
untuk ayahku, untuk cita-citanya
dan untuk laut yang menjadi sahabatku

***
Pernahkah kamu berpikir? bahwa Tuhan dapat dengan mudah mengambil semua yang kita punya.
dan kita tak bisa melakukan apa-apa.
kadang aku rindu ayahku, ayah yang mengajariku membaca arah dengan melihat rasi bintang
atau aku ingin sekali bertemu dengan ibu yang meninggalkanku
terlebih dari itu rasa rindu ini hanyalah rasa rindu
kusampaikan pada Tuhan, kudoakan agar mereka bahagia dan juga rindu padaku

***
oke cerita ini tuh aku dapet dari mimpi aku, gak tau kenapa aku tiba-tiba mimpi jadi Amran dan kena tsunami :D yang suka boleh komen, yang gak suka juga boleh, silakan saran dan kritiknya dimasukkan ke kotak dibawah ini :D
sumber : klik disini

Aku Tidak Pernah Membenci Ombak
Item Reviewed: Aku Tidak Pernah Membenci Ombak 9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.

Cerpennya bagus, sayangnya tertutup oleh foto besar pemilik blog. Saran saya hilangkan foto itu dan letakkan di sidebar agar pengunjung nyaman jeng.

hanya sekedar saran, bukan menggurui.

Salam hangat dari Surabaya

Emoticon? nyengir

Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^

Komentar Terbaru

Just load it!