Suku Baduy, Suku Pejalan Kaki (2)

~hidup bukan tentang mengambil 1 langkah besar, namun langkah kecil yang konsisten untuk sampai ke puncaknya~

cuma pernah naik gunung sekali, itupun gunung Manglayang. pernah trekking waktu dulu ikut festival petualang nusantara, itupun cuma susur bukit landai. kemarin, hari sabtu pertama kalinya aku trekking dengan jarak kurang lebih 12km, dengan waktu tempuh 5 jam. jaraknya memang gak jauh tapi track trackingnya yang bikin aku hampir nangis di tengah jalan. hampir marah. tapi kemudian itu semua gak terjadi karena aku tau ini sama sekali belum seberapa.

berangkat dengan kereta api jurusan rangkas bitung dari stasiun tanah abang kurang lebih 2 jam. habis itu masih nyambung lagi pake elf sampai di terminal Desa Ciboleger. trekking dimulai dari Desa Ciboleger. oooh mungkin tas aku beratnya ada 15kg, mantap menggantung di pundak aku. kami melewati beberapa Desa, tapi aku lupa nama Desanya :D. salah satu nama desanya Desa Gajeboh. gak lama jalan dari Desa Gajeboh langit mulai mendung dan gerimis. kita buru-buru naik ke perkampungan dan pas baru duduk di gazebonya hujan deraspun turun. aaah Alhamdullillah bisa tiduran sebentar, selonjoran dan nyiapin jas hujan. setelah agak reda akhirnya kami lanjut jalan karena takut kemalaman di jalan.

aku inget banget, di gazebo itu terakhir kalinya kita minum air setelah kurang lebih dua jam jalan kita berkali-kali istirahat dan minum. karena perjalanan setelah istirahat di gazebo itu gak mudah dan kondisi gak memungkinkan untuk kita duduk berlama-lama. pasti semua sama, yang ada dipikiran waktu itu cuma 1, saya cuma mau cepat sampai !!! hujan bukannya berhenti, makin lama makin besar aja. jalanan semakin licin. kalau jalannya lebar masih bisa bernafas lega. tapi kalau jalan hanya setapak, di samping kiri jurang dan disamping kanan tebing entahlah. tracknya naik turun, hanya satu menit istirahat dan kita lagi-lagi mutusin buat jalan terus.

sempat aku tertinggal dari dua temanku didepan. mereka jalan bertiga dengan Haimin yang kebetulan waktu itu jadi guide kita. aku liat kebelakang ternyata gak ada orang dibelakang. aku gak tau harus jalan terus atau nunggu. akhirnya aku putusin buat nunggu ternyata gak lama ada dua orang dan itu bukan rombongan aku, aku gak sempet kenalan tapi akhirnya kita mutusin buat jalan bareng. waktu masih bingung ada yang manggil ternyata itu rombonganku yang tertinggal. ooh leganya, akhirnya kami bertiga  nunggu mereka. dan gak jauh dari situ, dua temenku dan haimin juga udah nunggu di depan. aaaahhh selameeettttt.

malam makin gelap, tracknya makin mantap. tapi entah datang darimana datang 3 remaja tanggung yang salah satunya sempat aku berkenalan, namanya Saptari. dia membawa benih rambutan, katanya di beli dari Baduy Luar untuk ditanam diatas. aku juga bertemu dengan rombongan lain. Saptari bilang ini namanya tanjakan cinta. baru 5 langkah aku berdiri diam beberapa saat sambil melihat tanjakan yang akan dilewati. entah dimana ujungnya, air mengalir dari atas karena hujan masih terus saja mengguyur kami. bagaimana ini apa aku sanggup? iya benar aku pasti sanggup.

sesekali aku mengobrol dengan Saptari, dia menawarkan untuk membawakan tasku. tapi aku rasa aku masih sanggup untuk memikulnya, meski semakin lama setiap lima langkah aku berhenti untuk mengambil nafas. kemiringan tanjakannya mungkin sekitar 120 derajat yang semakin atas aku harus sedikit membungkuk karena tanjakan semakin lurus saja. ada bebatuan yang dibuat seperti tangga, tapi dalam kondisi hujan malah membuat semakin licin saja.

aku melihat dua teman Saptari berlari-lari kecil di tanjakan, lincah seperti kijang melompat kesana kemari. aku bengong sementara kami ngos-ngosan setengah mati dan Namong, ajaib dengan muka datarnya masih terus berada didepan kita sambil menggendong tas temanku, sesekali diam, bukan kecapean tapi nunggu kita yang terlalu lambat. oooh Namong, kamu anak ajaib. kalau sedang mengambil nafas sesekali aku mengobrol dengan Saptari, dia menyemangatiku, dia juga menuntun temanku yang lebih kepayahan.

percuma pakai jas hujan badanku masih juga basah kuyup tak karuan. kata beberapa orang mukaku sudah merah, ya memang begitulah panas rasanya. memendam rasa emosi yang luar biasa. tapi kami sampai di puncak, dan Saptari berjanji bahwa itulah tanjakan terakhir yang akan kami temui.

ini permulaan tanjakan cinta, ada yang bisa liat ujungnya?

Suku Baduy, Suku Pejalan Kaki (2)
Item Reviewed: Suku Baduy, Suku Pejalan Kaki (2) 9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
Emoticon? nyengir

Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^

Komentar Terbaru

Just load it!