Tafakur Pagi

Seperti memasuki sebuah fase lain dari perjalanan hidupku, mengenal kepribadian seseorang bukan hanya dari apa yang dirasakan atau dari apa yang diinginkan. Tapi melatih kemampuan menerima, terlebih lagi memberi. Membayangkan akan hidup dengan seseorang, sebut saja dia suami, seumur hidup. Maka aku rasa itu di mulai dari sekarang, tentang memilih orang yang tepat, yang akan memahami betul karakter kita. Tentang kita yang tidak boleh berhenti belajar meski cuma sebentar.

Berkaca lebih banyak tentang diri sendiri, masih banyak yang harus diperbaiki. Masih banyak menggunakan emosi, egois dan rasa memiliki. Mesti lebih sering menahan diri, berhenti mengeluh dan menikmati proses yang terjadi. Banyak, masih sangat banyak yang harus aku syukuri dibandingkan dengan apa yang aku keluhkan. Ia adalah sesabar-sabarnya lelaki, yang dalam diamnya ada nasihat yang mesti aku pelajari. Yang dalam keluhnya ada peringatan yang mesti aku catat agar tidak kuulangi.

Menghargai apa yang beliau sukai, sekalipun aku tidak suka, seperti selalu ia sekedar mengingatkan jika aku terlalu berlebihan atas apa yang aku suka. Karena mungkin saja hal-hal itu adalah pengalih dari kejenuhan rutinitasnya atau dari diriku yang terlalu banyak menuntut dan meminta. Memberi ruang seluas-luasnya bagi beliau agar tetap bisa berkarya, bekerja dengan segala kreativitasnya. Mendukung cita-cita dan menjadi penopang masa depannya.

Sudah pantaskah diri ini, jika kelak mendampinginya? Menjadi air bagi peredam apinya. Menjadi sebaik-baiknya tempat berlindung dan bersandar di saat lelahnya. Menjadi makmum yang siap dididik dan mendidik putra-putrinya. Bukan sekedar berkata "aku telah siap" hanya untuk saat menyatakan aku siap, tapi siap maju bersama dalam kesulitan maupun kesenangan. Mengerti pasang dan surutnya, mampu memahami naik dan turunnya, sanggup menerima lebih dan kurangnya.

Pada pundaknya akan kutitipkan kelak hidupku, menjadi tanggung jawabnya menafkahiku. Menjadi kewajiban bagiku melayaninya, menjadi haknya melarangku jika ia tak setuju. Ia tidak menjadi pengganti ayah atau ibuku, namun kelak ia akan menjadi imam dan penuntunku ke surga atau ke neraka-Mu. Maka, seperti ayat-ayat Tuhan yang diturunkan bertahap, semakin aku mengetahuimu, semakin aku mengetahui diriku.

Maka, pantaskah aku menjadi yang terpilih? Menjadi satu-satunya wanita yang mampu membuatmu setia. Jika iya, maka kita mesti sama-sama bersabar atas diri kita satu sama lain. Kasihku kini, sayangku kini, cintaku kini tak ada arti, jika tak mampu aku iringi bukti. Kutitipkan sebuah nama, dalam doa di sujud, di hujan, di adzan, di pagi dan di malam. Jika engkau jodohku, semoga Tuhan mempermudah jalannya, jika engkau bukan jodohku, semoga Tuhan segera menunjukan jalannya.

Aamiin
Aamiin
Aamiin


-Tafakur Pagi,
Lab. Proteksi
11 : 03-
no image
Item Reviewed: Tafakur Pagi 9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
Emoticon? nyengir

Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^

Komentar Terbaru

Just load it!