Tuhan, bisakah aku menangis hari ini?

"Neng, hari ini mau ke undangan?"
"Oh iya Teh, siang kan yah? waktu itu saya di undang Teh Ani, siapa yang nikah sih Teh?"
"Adiknya, udah telat Neng".
"Haaah telat?"
"Iya, telat, udah 7 bulan jadi gak ikut ujian".
"Ujian?"
"Iya, kan anak smp udah mau ujian".
"SMP? Ujian? yang nikahnya anak SMP Teh?"
"Iya neng, tapi gak ikut ujian, malu katanya hamilnya udah besar, udah keliatan"
"Teteh serius? suaminya udah kerja? orang mana?"
"Belum, katanya temen sekelasnya?"
"Temen sekelas? berarti masih SMP juga?"
"Iya Neng"
"Innallillahi.."

Percakapan pagi itu dengan asisten rumah tanggaku membuat lututku bergetar, rasanya dada ini menjadi begitu sesak mendengar berita semacam itu. Biasa kudengar terjadi entah di pulau atau desa mana jauh dari lingkungan sekitarku. Hari ini, aku dengar dan akan kuhadiri sesuatu yang biasa terjadi entah dimana itu. Bisa kau percaya?Mereka masih kelas 3 SMP, mungkin usianya baru menginjak 15, barangkali baru kemarin sore mereka haid dan mimpi basah pertama. Lalu, hari ini mereka akan bersanding di pelaminan dengan perut pengantin wanita yang sudah membesar.
***
Kuhadiri pesta perkawinan itu, benar saja perutnya telah mebesar, bagaimana tidak? Di dalamnya ada makhluk hidup berusia 7 bulan. Tak tampak kesedihan murung atau sekedar bingung di wajah keduanya. Mereka terlihat biasa saja, sedikit lelah mungkin karena harus menyalami begitu banyak tamu. Anak perempuan itu bernama Ratna, tidak lebih tinggu dariku yang hanya 157 cm, badannya kecil saja. Di sampingnya pengantin pria terlihat lebih tua dari usianya. Aku menyalami ayah ibunya, kemudian keduanya. Biasanya aku mengucapkan selamat, kali ini aku ragu, tapi dalam batinku semoga kelak inilah yang terakhir kali terjadi dalam keluarga ini.

Di pesta undangan kulihat teman-teman sebayanya, baru saja pulang sekolah karna waktu itu memang tengah hari. Berseragam SMP, bercanda dengan lugu, lain halnya dengan anak laki-laki yang begitu lusuh karena habis main bola. Aku, saat aku seusia mereka entah sedang sibuk apa, rasanya aku tak mengenal apa itu pacaran, aku sedang sibuk berjemur siang hari latihan untuk perlombaan Palang Merah Remaja. Tak mengenal telepon genggam, internet dan tontonanku tidak lebih dari kartun Dragon Ball.

Lalu bagaimana? Kenapa? Dimana? Kapan? Darimana mereka bisa tahu bagaimana cara melakukan hubungan semacam itu? Tentu tidak hanya karena naluri kemudian seorang bocah bisa tahu bagaimana cara melakukannya. Salah siapa? Salah siapa ku tanya jika hal semacam ini terjadi? Orang tua? Guru di sekolah? Tukang warnet? Penjual handphone? Teman sepergaulan? Atau aku yang salah? Terlalu menutup mata bahwa apa yang biasa aku lihat di berita sudah terjadi sejak lama, bahkan mungkin sering terjadi. Di sini. Di lingkungan tempat tinggalku.

Ini mengerikan Tuhan. Ini keterlaluan. Di kota tetangga, sepasang anak remaja tega membunuh temannya sendiri, bahkan di perlakukan dengan kejam sebelum akhirnya mereka benar-benar menghabisi nyawanya. Apa kini, rumah tidak lagi menjadi tempat berlari? Apa kini, para ibu begitu sibuk dengan ponselnya? Apa kini, para ayah jadi tak ingin tahu apa-apa tentang isi rumahnya? Apa kini, pendidikan agama hanya sekedar formalitas saja? Apa kini, Engkau sudah sangat kecewa? Sementara di belahan negara lain, para pemuda sibuk bertaruh nyawa demi membela agama, di sini, tidak sedikit yang berzina dan menghilangkan nyawa.

Tuhan, bisakah aku menangis hari ini? Memohon ampun atas dosa-dosa kami, atas segala kelalaian kami membiarkan begitu banyak hal-hal buruk terjadi. Membiarkan anak-anak kami lupa tentang siapa Dirimu. Tentang apa-apa yang mestinya mereka tahu. Tentang bagaimana mestinya mereka berperilaku. Kalau masih mungkin Tuhan, tolong beri kami kesempatan. Kami belum kalah dalam peperangan ini.
no image
Item Reviewed: Tuhan, bisakah aku menangis hari ini? 9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
Emoticon? nyengir

Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^

Komentar Terbaru

Just load it!